Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Maret 2017

Kisah Pasukan Garuda SELAMATKAN Tentara Spanyol dari Pasukan Hizbullah

Patriot NKRI - Kontingen Pasukan Garuda di Haiti mendapatkan medali penghargaan dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Di Kongo, atas kerja kerasnya membangun jalan raya, pasukan Garuda juga mendapat banyak pujian. Sebagai pasukan penjaga perdamaian di bawah PBB, kiprah Pasukan Garuda memang mendapat tempat di hati masyarakat setempat.
    Pasukan Garuda di Libanon juga sempat menyelamatkan pasukan pengintai Spanyol yang sedang melakukan patroli. Saat itu posisi tim Spanyol benar-benar terjepit karena dikejar pasukan Hizbullah.
Baca Juga: MANTAP JIWA...! Komandan Kopassus Pilih Bawa INI Daripada 100 PELURU Saat Perang
Kisah ini dimuat dalam buku Kopassus untuk Indonesia yang ditulis Iwan Santosa dan EA Natanegara dan diterbitkan R&W.
    Ceritanya saat itu 60 pasukan Spanyol yang mengendarai 10 panser sedang berpatroli rutin. Mereka sempat mengambil foto dokumentasi kabel saluran air yang dicurigai sebagai kabel komunikasi milik Hizbullah. Ternyata aksi mereka diketahui Hizbullah.
    Dengan menggunakan 10 motor trail dan mobil, Hizbullah mengejar tentara Spanyol. Mereka menyandang AK-47 dan roket antitank. Tim pengintai Spanyol terpaksa meminta bantuan Kontingen Indonesia. 
   Untuk mencegah pertempuran darah, akhirnya Spanyol terpaksa menyerahkan memory card kamera tersebut pada Hizbullah disaksikan pasukan Garuda sebagai penengah.
Baca juga: Bak PASUKAN HANTU, Pasukan JANUR KUNING Muncul Dari Dalam Tanah...MERAYAP MENYERGAP Belanda Yang Masih Terlelap...!!
"Anda punya senjata, kami juga punya. Kami tidak takut menghadapi anda," kata Hizbullah galak pada tentara Spanyol.
    Maka setelah konflik mereda, anggota Pasukan Garuda menemui para tokoh Hizbullah. Mereka mencoba menerangkan ada kesalahpahaman antara Hizbullah dan Spanyol. Hubungan pasukan TNI dengan warga sekitar Libanon memang dekat. Sikap Pasukan Indonesia yang ramah tamah ternyata mempunyai keuntungan. Apalagi rakyat Libanon dan Indonesia sama-sama beragama Islam. 
   Setelah pasukan Garuda memberi penerangan, para anggota Hizbullah bisa memahami masalah tersebut. Mereka pun melupakan konflik yang terjadi dengan pasukan Spanyol dari United Nations Interim Force In Lebanon (UNIFIL) ini.
Baca Juga: Keberanian Tanpa Tanding...! Biarkan MATAKU Terbuka, Aku Ingin Melihat PELURU Penjajah Menembus Dadaku...!
"Kami orang Libanon sebenarnya tidak menghargai dan menghormati UNIFIL karena mereka tidak berpihak secara adil pada orang Libanon selatan. Tetapi kami melakukan ini karena sangat menghormati anda orang Indonesia," kata Hizbullah.

Membanggakan memang.

Sumber: merdeka.com

Sabtu, 04 Maret 2017

Anggotanya DIGANTUNG, MARINIR Siap TENGGELAMKAN Singapura...Ngeri...!

Patriot NKRI - Mereka tegar sekali, berjalan dengan sikap sempurna sebagai prajurit menuju tiang gantungan. Mereka digantung bergantian memakai satu tali gantungan.
      Sebagai bentuk penghormatan kepada prajurit yang berjasa bagi bangsa dan negara, TNI AL berniat menamai kapal perangnya dengan nama KRI Usman Harun. Sersan Dua Usman Janatin dan Kopral Harun Said merupakan anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) yang tewas di tiang gantung Singapura (Foto Cover: Marinir).
Pahlwan Nasional Usman dan Harun, Anggota KKO yang tewas ditiang gantungan
      Pemberian nama Usman Harun kepada kapal perang itu mendapat tentangan keras dari pemerintah Singapura. Alasannya penamaan kapal perang tersebut akan melukai perasaan rakyat negeri jiran itu.
KRI Usman harun
      Usman dan Harun sendiri merupakan anggota satuan elite Marinir (KKO) yang ditugaskan mengebom pusat keramaian di Singapura pada 1965. Keduanya adalah marinir yang melaksanakan tugas negara pada periode konfrontasi dengan Federasi Malaya. Setelah tertangkap, keduanya kemudian dieksekusi dengan cara digantung pada 17 Oktober 1968.
      Digantungnya dua prajurit KKO mengakibatkan aksi demonstrasi terjadi di mana-mana. Rakyat menuntut agar Presiden Soeharto menyatakan perang dengan Singapura.
Dalam buku 'Singapura Basis Israel Asia Tenggara', Rizki Ridyasmara menuliskan; "Kala itu bahkan terdengar suara bahwa KKO sudah siap menyerang Singapura dan dalam tempo dua jam sanggup menenggelamkan negara kecil tersebut ke dasar Selat Malaka".
      Dalam buku setebal 212 halaman tersebut, Rizki menuliskan, ancaman KKO tersebut bukan gertakan semata. Saat itu, kekuatan armada perang Republik Indonesia warisan Presiden Soekarno sangat ditakuti di Asia Tenggara.
"Australia pun kecut untuk berbuat macam-macam dengan Indonesia. Soekarno telah mewariskan armada perang yang kuat kepada Soeharto", tulis Rizki dalam Bab IV: Moncong Meriam di Jidat Indonesia.
      Namun sayang, Presiden Soeharto yang baru memimpin republik ini belum menyatakan perang dengan negara yang luasnya tidak lebih dari dua kali Kabupaten Karawang itu. Oleh Soeharto , keduanya langsung diberi gelar pahlawan dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Misi Negara
      Bermula dari pidato Presiden Soekarno di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monumen Nasional), 27 Juli 1963. Para pemuda, termasuk Usman dan Harun, tergerak mendaftar menjadi relawan Ganyang Malaysia. Bahkan jumlah mereka mencapai 21 juta orang. 
      Singapura saat masa konfrontasi, 1963-1965, terasa mencekam. Pemerintah negara kota itu sudah memperingatkan penduduk lewat siaran televisi dan radio agar menjauhi tempat-tempat keramaian. Sebab ledakan bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. 
       Era konfrontasi dipicu oleh berdirinya negara Federasi Malaysia pada 1957. Presiden Soekarno menudingnya sebagai negara boneka Inggris, serta dibentuk untuk melemahkan perekonomian Indonesia. Dalam pidato 27 Juli 1963 di Lapangan Ikada, Soekarno mengobarkan slogan Ganyang Malaysia. 
      Sejak pidato Soekarno pula, kecemasan dan ketakutan melanda warga Singapura. Penduduk di kampung-kampung giat melaksanakan ronda malam. Dari data kepolisian Singapura, kata Salim, selama masa konfrontasi terjadi 42 ledakan di seantero Negeri Singa itu.
      "Waktu itu hampir semua pemuda rela mati demi mempertahankan keutuhan bangsa dari para penjajah, termasuk Usman dan Harun," kata Manoar Nababan, pensiunan Korps Komando Operasi (KKO) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut berpangkat Pembantu Letnan Satu.
Sebelum melancarkan perang terbuka Indonesia melancarkan operasi hitam atau misi intelijen untuk mengacak-acak negara musuh. Ada 30 prajurit KKO, termasuk Usman dan Harun, diterjunkan untuk melaksanakan misi sabotase di Singapura.
Prajurit KKO
      "Mereka diberangkatkan bertahap dari Pulau Sambu (Kepulauan Riau)," kata lelaki 74 tahun bernama samaran Bakrie bin Atub saat menyusup ke Malaysia. Manoar memperoleh rincian ini dari sejumlah tim intelijen Brahma selamat kembali ke Pulau Sambu. 
      Karena operasi intelijen, 30 anggota KKO itu harus memakai nama samaran. Komandan Brahma Kapten Paulus Subekti memilihkan nama-nama palsu itu untuk ke-30 anak buahnya. Usman adalah nama samaran bagi Janatin bin Muhammad Ali. Harun bin Said dipakai oleh Tahir bin Mandar. Gani bin Arup juga nama samaran. Tapi Manoar tidak tahu nama aslinya.
      Manoar tidak ingat kapan Usman, Harun, dan Gani menyusup ke Singapura. Ketiganya berangkat menumpang kapal tekong. Ini merupakan perahu bermotor dengan kekuatan 200 PK. Biasanya kapal ini mengangkut barang selundupan, seperti karet dan pakaian. 
      Tekong mengetahui siapa sebenarnya ketiga orang berpakaian sipil itu. Namun dia mesti mengunci mulutnya rapat-rapat karena dia sudah dibayar, termasuk dibekali uang buat menyuap petugas bea dan cukai Singapura. 
      Usman, Harun, dan Gani masing-masing dilengkapi bahan peledak jenis TNT disembunyikan di antara barang selundupan. Ketiganya juga dibekali USD 1 ribu. "Penyusupan itu berlangsung malam," ujar Manoar. 
      Operasi bersandi Brahma ini juga berlangsung di wilayah timur Malaysia atau Kalimantan Utara. Tidak semua penyusupan berlangsung mulus. beberapa ditangkap dan sebagian ditembak mati tentara musuh. "Semua ciri kemiliteran dihilangkan, kita harus bisa berbaur dengan sipil. Sisanya kita dibekali seribu dolar Amerika," tutur Manoar.
      Usman, Harun, dan Gani akhirnya berhasil melaksanakan tugas mereka: meledakkan jembatan penghubung antara Johor dan Singapura serta gedung MacDonald House. Mereka juga berhasil memetakan wilayah musuh dan sasaran strategis. 


Gedung MacDonald House

Dua sahabat setali gantungan

Kamis subuh, 17 Oktober 1968. Suasana hening masih menyelimuti Penjara Changi, Singapura. Namun kondisi Usman dan Harun tentu sebaliknya. Perasaan mereka campur aduk: sedih dan kecewa. 
Sehabis salah subuh, sipir membuka pintu sel mereka. Rupanya Usman dan Harun kesatria sejati. Mereka tetap tegar. Sepasang petugas penjara mengapit masing-masing Usman dan Harun menuju sebuah ruang khusus terletak di tengah kompleks Penjara Changi. Di sanalah mereka bakal menjemput ajal. 

"Mereka tegar sekali, berjalan dengan sikap sempurna sebagai prajurit," kata Humphrey Djemat saat ditemui merdeka.com di kantornya, lantai sembilan Plaza Gani Djemat, Jakarta Pusat. "Jadi tidak benar mereka dibius lalu urat nadi mereka dipotong."

Humphrey mendapat cerita dari mendiang ayahnya, Gani Djemat. Ketika eksekusi itu dilaksanakan, Gani Djemat hadir sebagai perwakilan keluarga. Jabatannya saat itu adalah atase militer di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura.
Masih menurut cerita Gani Djemat, kata Humphrey, prosesi hukuman gantung berlangsung sekitar dua jam, dimulai pukul enam pagi. "Mereka digantung bergantian memakai satu tali gantungan. Wajah mereka ditutup," ujar Humphrey. 

Sebelum pelaksanaan hukuman mati itu, Gani Djemat empat kali menemui Usman dan Harun di tahanan. Sayangnya pertemuan dilakoni pihak Kedutaan Indonesia boleh dibilang sangat terlambat. Namun bukan kesalahan mereka. Tapi pihak Singapura memang baru memberitahu soal Usman dan Harun secara resmi dua bulan sebelum mereka digantung. 

Sejak itu Gani Djemat ditugasi atasannya, Wakil Duta Besar Abdul Rahman Ramli, mengurus masalah kedua anggota Korps Komando Operasi tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut itu. Biasanya Gani menemui keduanya di ruangan khusus sekitar sejam. 

Gani terus terang mengakui sangat terkejut melihat ketegaran Usman dan Harun. Mereka berkeyakinan melaksanakan tugas negara dan bukan teroris. "Hebat benar dua orang itu. Saya nggak nyangka. Saya pikir waktu ketemu pertama kali semangat mereka akan hilang dan putus asa," tutur Humphrey.

Selama dua bulan itu pula, Gani ikut mengupayakan mengubah hukuman mati buat Usman dan Harun, termasuk meminta maaf dari keluarga korban. Tetap saja vonis Hakim J. Chua dari Pengadilan Tinggi Singapura tidak mampu diganti. Hingga akhirnya kedua sahabat itu menjemput ajal di satu tali gantungan. 
Pengorbanan dan jasa yang disumbangkan oleh Usman dan Harun terhadap Negara dan Bangsa maka Pemerintah telah menaikkan pangkat mereka satu tingkat lebih tinggi yaitu Usmar alias Janatin bin Haji Muhammad Ali menjadi Sersan Anumerta KKO dan Harun alias Tohir bin Mandar menjadi Kopral Anumerta KKO. Sebagai penghargaan Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan BintangSakti dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional.


Jenazah Usman Dan Harun diturunkan dari pesawat

Baca Juga:


Sumber: merdeka.com

Selasa, 28 Februari 2017

Bak PASUKAN HANTU, Pasukan JANUR KUNING Muncul Dari Dalam Tanah...MERAYAP MENYERGAP Belanda Yang Masih Terlelap...!!


NKRI Sejati - Pasukan gerilya masuk ke dalam kota sejak tengah malam. Mereka datang dari empat penjuru kota, menuju beberapa titik sentral yang antara lain Malioboro, Stasiun Tugu, dan yang paling sentral adalah pabrik besi Watson. Ini karena dalam pabrik besi tersebut tersimpan sejumlah besar amunisi milik Belanda.

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah bukti bahwa Indonesia tak mau kalah ditindas Belanda. Peristiwa tersebut terjadi dengan sangat mendadak, dengan strategi jitu. 

Keberhasilan pasukan gerilya Republik dalam melancarkan serangan, salah satunya, ditentukan oleh jalur rahasia yang sebenarnya merupakan saluran air bawah tanah, alias gorong-gorong.
Baca Juga: Balada Sang Letnan KEBAL PELURU, Jawara SO 1 Maret, MENANGIS Terisak Dipelukan Jendral Soedirman
Gorong-gorong di Yogyakarta berbeda dengan kota lain di Indonesia. Saluran air bukan di kanan kiri jalan, tetapi ada di bawah jalan. Ukurannya besar, setinggi satu meter hingga tiga meter hingga bisa dilalui dengan cara berlari oleh manusia.

Pasukan gerilya masuk ke dalam kota sejak tengah malam. Mereka datang dari empat penjuru kota, menuju beberapa titik sentral yang antara lain Malioboro, Stasiun Tugu, dan yang paling sentral adalah pabrik besi Watson. Ini karena dalam pabrik besi tersebut tersimpan sejumlah besar amunisi milik Belanda.

Strategi pergerakan pasukan yang digunakan oleh pasukan gerilya agar dapat cepat dan efektif adalah menjalankan perintah Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sebelum penyerangan, Sri Sultan memerintahkan kepada Komandan Wehrkreise III Yogyakarta, Soeharto, untuk menyebarkan pasukan dengan menggunakan jalur bawah tanah, berupa gorong-gorong yang berada di bawah kota.
"Fungsi gorong-gorong tersebut adalah sebagai saluran air bawah tanah," ujar Totok Priyanto, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Yogyakarta ketika dihubungi merdeka.com beberapa waktu lalu. 

Lokasi gorong-gorong tersebut melingkari Kraton Yogyakarta, terhubung dengan beberapa titik sentral di Kota Yogyakarta. 

"Gorong-gorong tersebut dapat dimasuki lewat pintu-pintu di sekitar Ngasem," ujar Totok melanjutkan.

Dalam serangan gerilya pada tanggal 1 Maret 1949 tersebut, pasukan gerilya menyebar melalui pintu-pintu gorong-gorong yang ada di sekitar keraton. Kemudian mereka menyebar menggunakan jalur-jalur yang terdapat dalam gorong-gorong. Setelah beberapa saat pasukan gerilya menyusuri gorong-gorong, mereka keluar dengan menggunakan pintu yang terbuat dari besi.
Baca juga: Aksi Heroik Dan Menegangkan..! Duel Maut Sampai Mati: Satu Lawan Satu Kopassus vs Gerilyawan PGRS
Satu per satu prajurit keluar dari gorong-gorong. Kemudian menyebar dan bersembunyi di balik dinding bangunan. Lantas menunggu waktu yang tepat untuk melancarkan serangan, yaitu ketika sirine dibunyikan di pagi hari.

Pertempuran terjadi selama 6 jam. Pihak Belanda merasa kewalahan karena sifat serangan yang begitu mendadak. Ditambah lagi, Belanda hanya diperkuat dengan kekuatan yang sedikit. Sehingga mereka terpaksa harus mendatangkan bala bantuan dari Magelang. 

Baru siang harinya bantuan itu bisa didatangkan berupa dua batalyon di bawah pimpinan Kolonel Van Zanten. Batalyon tersebut dilengkapi dengan tank dan panser, dibantu serangan udara.

Ketika bantuan tersebut masuk secara perlahan ke Yogyakarta, pasukan gerilya telah meninggalkan Yogyakarta sehingga bantuan yang datang untuk mendukung Belanda menjadi sia-sia.
Baca juga: Mengingat Pertempuran Sengit & Berdarah Kopassus Vs Tropaz, Pasukan "Bengis" Didikan Portugal.
Kini, gorong-gorong tersebut masih terjaga secara baik. Keberadaannya pun selalu dipantau oleh Dinas PU Kota Yogyakarta. 

"Kami selalu melakukan pengawasan, agar gorong-gorong tersebut selalu terjaga," kata Totok.

Sumber: merdeka.com

Sabtu, 25 Februari 2017

Keberanian Tanpa Tanding...! Biarkan MATAKU Terbuka, Aku Ingin Melihat PELURU Penjajah Menembus Dadaku...!


Patriot NKRI - Suasana mendadak riuh saat dia memberondongkan senapannya ke area tangsi Belanda. Para penghuninya pun panik, bubar, dan lari menyelamatkan diri ke segala penjuru.

Usai menamatkan pendidikan dasarnya, Bote langsung merantau. Pergilah ia ke Manado untuk melanjutkan studi ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)  di Manado. MULO adalah sekolah menengah pada masa pemerintahan kolonial Belanda (Foto cover: ilustrasi hukuman tembak mati). 
Baca Juga: Komando..! Komando..! Semua tiarap..! Tiarap!...Detik-Detik Paling MENEGANGKAN Bagi Kopassus. Dunia Terperangah..!
Bote lulus dari MULO ketika kekuasaan Belanda di Indonesia baru saja berakhir, digantikan oleh pendudukan militer Jepang sejak tahun 1942. Ia kemudian masuk ke dua sekolah sekaligus, yakni sekolah pertanian bentukan Jepang dan Sekolah Keguruan Bahasa Jepang, keduanya di Tomohon.

Mengantongi kemampuan berbahasa Jepang, ia pulang ke Malalayang dan menjadi guru di sana. Bote yang pada saat itu berusia 18 tahun juga mengajar di beberapa daerah lainnya seperti Minahasa, Liwutung, hingga Luwuk Banggai. Tapi, 2 tahun berselang, tak lama setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Bote hijrah ke Makassar.

Di pusat peradaban Sulawesi Selatan itu, Bote atau yang kini sudah cukup dikenal dengan nama aslinya, Robert Wolter Monginsidi, terhenyak karena kemerdekaan yang baru dinikmati sesaat tiba-tiba terancam. Belanda datang lagi dengan wujud anyar: Netherlands Indies Civil Administration alias NICA dengan tujuan berkuasa kembali di Indonesia. 

Tak pelak, darah muda Bote mendidih, dan dengan tegas ia memutuskan untuk ikut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia di usianya yang masih remaja. Robert Wolter Monginsidi turut dalam pembentukan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) pada 17 Juli 1946.

Meski masih belia, keberanian Monginsidi sudah teruji. Beberapa kali ia turut dalam peperangan melawan NICA yang bersenjatakan lebih canggih. Kecakapan inilah yang membuatnya dipercaya menjadi salah satu pimpinan LAPRIS. Ia memimpin pasukan sendiri untuk memberikan tekanan terhadap Belanda di Makassar dan sekitarnya.
Baca Juga: HERCULES Sang Mantan PEJUANG NKRI: Kisah dan Fakta SANGAR Preman Yang Pernah Ditakuti Seantero Jakarta.
Secara struktural, jabatan Monginsidi di LAPRIS adalah sekretaris. Namun, ia juga berperan sebagai perencana operasi militer dan tak jarang harus menyamar untuk menentukan sasaran (Agussalim, Prasejarah-Kemerdekaan di Sulawesi Selatan, 2016:219). Cukup banyak serangan LAPRIS yang berhasil berkat informasi Monginsidi.

Keberanian Tanpa Tanding

Salah satu sudut Kota Makassar itu masih sepi ketika sebuah jip militer milik Belanda menembus sunyi menuju tangsi. Di depan sana, telah menunggu 4 orang, berpakaian tentara juga yang tidak lain adalah Monginsidi bersama 3 pejuang lainnya yaitu Abdullah Hadade, HM Yoseph, dan Lewang Daeng Matari.

Jip dihentikan, Monginsidi menodongkan pistol ke arah kepala satu-satunya orang yang ada di mobil itu, seorang kapten rupanya. Seragam dan tanda pangkat sang kapten dilucuti, lalu dikenakan oleh Monginsidi.

Mobil pun diambil-alih, Monginsidi dan seperkawanan menjalankannya ke arah tangsi. Tak dikenali,mereka berhasil masuk ke kandang musuh. Suasana mendadak riuh saat Monginsidi memberondongkan senapannya ke area tangsi. Para penghuninya pun panik, bubar, dan lari menyelamatkan diri ke segala penjuru.


Baca juga: Aksi Heroik Dan Menegangkan..! Duel Maut Sampai Mati: Satu Lawan Satu Kopassus vs Gerilyawan PGRS
Salah satu aksi heroik Monginsidi lainnya terjadi sepanjang pekan ketiga Januari 1947. Pasukannya terlibat kontak senjata dengan pihak Belanda dan berhasil memukul mundur lawan (Syahrir Kila, Kelaskaran 45 di Sulawesi Selatan, 1995:87). Beberapa hari kemudian, terjadi saling tembak-menembak lagi. Monginsidi nyaris saja tertangkap, tapi lolos.

Serangkaian perlawanan itu membuat Belanda kini mengenali sosok Monginsidi dan menggelar beberapa kali razia besar-besaran untuk menangkapnya. Tanggal 28 Februari 1947, ia terjaring dan dipenjarakan.

Pada 27 Oktober 1947, kawan-kawan seperjuangan Monginsidi berhasil menyelundupkan 2 granat yang dimasukan ke dalam roti. Granat pun diledakkan, seisi kompleks penjara kacau-balau. Melalui cerobong asap dapur, Monginsidi dan ketiga rekannya berhasil melarikan diri.

Setahun berselang, Monginsidi terkepung di sebuah gang. Ia tidak mengira posisinya diketahui oleh Belanda. Monginsidi sebenarnya punya sebuah granat yang bisa saja ia lemparkan. Tapi, terlalu tinggi risikonya karena gang tempatnya terkepung itu juga menjadi area pemukiman warga. Monginsidi pun akhirnya menyerah demi keselamatan rakyat.
Baca juga: Menegangkan...! 15 Prajurit KOPASKHAS vs Pasukan INTERFET: Kalah Jumlah, GRANAT Siap Bicara dan Tempur HABIS-HABISAN
Tangan dan kaki Monginsidi dibelenggu dengan rantai, kemudian dikaitkan ke dinding tembok tahanan di Kiskampement Makassar. Dalam masa itu, Belanda kerap membujuk Monginsidi agar mau bekerjasama, tapi ia selalu tegas menolak. Akhirnya, pada 26 Maret, ia divonis akan menjalani hukuman mati.

Mati dengan Kebanggaan

Pihak Belanda masih sempat menyarankan kepada Monginsidi mengajukan grasi agar mendapatkan pengampunan, setidaknya lolos dari vonis mati, dengan syarat, ia bersedia bekerjasama. Tapi, Monginsidi tetap tidak mau. Ia memang telah dikhianati, namun ia anti menjadi pengkhianat.

“Minta grasi? Itu berarti mengkhianati keyakinan sendiri dan teman-teman. Salam pada teman-teman. Saya setia sampai mati!” serunya lantang (Yusuf Bauti, Intisari, Maret 1975).

Selama menunggu maut menjemput di sel tahanan, Monginsidi kian mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu, Monginsidi juga sempat mengguratkan sejumlah catatan berisi pesan-pesan perjuangan, bahwa ia pantang menyerah, bahwa ia tak pernah takut maut demi harga diri dan bangsa.
Baca juga: Kalau Kalian Takut, PULANG SAJA...! Biar Saya HADAPI Sendiri...!!: Kisah Perwira AURI TAKLUKKAN Kepungan Ribuan Tentara GHAIB Di Pedalaman Jawa
“Saya telah relakan diri sebagai korban dengan penuh keikhlasan memenuhi kewajiban buat masyarakat kini dan yang akan datang. Saya percaya penuh bahwa berkorban untuk tanah air mendekati pengenalan kepada Tuhan yang Maha Esa.”

“Perjuanganku terlalu kurang, tapi sekarang Tuhan memanggilku. Rohku saja yang akan tetap menyertai pemuda-pemudi. Semua air mata dan darah yang telah dicurahkan akan menjadi salah satu fondasi yang kokoh untuk tanah air kita yang dicintai Indonesia.”

Begitu bunyi sebagian guratan pena bermakna Monginsidi dari dalam penjara yang ditulisnya di lembaran kertas dengan judul “Setia Hingga Terakhir dalam Keyakinan”.

Hari penghakiman datang juga. Senin, 5 September 1949 dini hari, Monginsidi dibawa ke hadapan regu tembak. Mata dan hatinya terbuka menghadapi eksekusi. Monginsidi ingin menikmati saat-saat terakhirnya dengan kebanggaan, “Saya jalani hukuman tembak mati ini dengan tenang, tidak ada rasa takut dan gentar demi kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta.”

Sesaat sebelum pelatuk ditekan, Monginsidi berucap kepada para algojo di hadapannya, “Laksanakan tugas, saudara! Saudara-saudara hanya melaksanakan tugas dan perintah atasan. Saya maafkan saudara-saudara dan semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa saudara-saudara.“

“Dengan hati dan mata terbuka, aku ingin melihat peluru penjajah menembus dadaku,“ tambahnya. 
Baca juga: MAY DAY MAY DAY...!! Pak TOLONG Pak, Ada Beberapa Perahu Cepat Mau MEMBAJAK Lagi...!!!
Dan, bersamaan dengan tiga kali pekikan merdeka, 8 peluru menembus raganya: 4 di dada kiri, 1 di dada kanan, 1 di ketiak kiri menembus ketiak kanan, 1 di pelipis kiri, dan 1 di tepat pusar. Monginsidi tersimpuh, gugur pada waktu subuh di umur yang juga masih terbilang dini, 24 tahun. 

Sumber: tirto.id

Sabtu, 18 Februari 2017

Jadi BURONAN...!! Kisah Bung Karno yang Tak MEMPAN Diberondong PELURU Tentara NICA


Patriot NKRI - Tentara NICA bisa dengan ngawur memuntahkan peluru ke warga sipil tak berdosa di tengah kota Jakarta. Kali lain, mereka menggedor, menyeret seisi rumah, dan mengeksekusinya tanpa ampun.

Proklamasi 17 Agustus 1945, adalah awal dari suatu babak revolusi bersenjata. Sebuah babak baru brutalisme. Kebrutalan tentara Sekutu yang hendak menjajah kembali. Aksi teror, pembunuhan, bahkan penganiayaan kejam terjadi hampir setiap hari (Foto Cover: Presiden Soekarno).

Tentara NICA bisa dengan ngawur memuntahkan peluru ke warga sipil tak berdosa di tengah kota Jakarta. Kali lain, mereka menggedor, menyeret seisi rumah, dan mengeksekusinya tanpa ampun.
Tidak jarang, tentara NICA masuk gerbong-gerbong trem dan kereta api, menjarah dan merampok warga sipil. Itu semua dalam rangka mematahkan semangat perlawanan bangsa yang baru saja merdeka.

Presiden pertama Indonesia, Soekarno alias Bung karno ialah orang yang paling diincar. Tentara Sekutu pimpinan Inggris menyebar pasukan elite untuk menangkap hidup-hidup Soekarno.

Ia harus diadili sebagai penjahat perang, dan kolaborator Jepang. Sementara, tentara Belanda lebih sadis, “Bunuh Soekarno, di mana pun kelihatan!”

Menghindar dan Menyamar

Alhasil, Soekarno pada akhir tahun 1945, masuk-keluar rumah sahabat, lewat jalan-jalan bersemak belukar, menjauh sejauh mungkin dari jalan raya, menghindar sejauh mungkin dari tangkapan mata NICA.

Tak jarang, Bung Karno menyamar dengan berpakaian surjan Jawa, berblangkon pula. Kala lain, ia menyamar sebagai rakyat miskin yang berjalan dengan gaya terpincang-pincang.
Sekalipun begitu, sebelum fajar merekah, Bung Karno sudah harus berada di Pegangsaan Timur 56, kembali sebagai Presiden Republik Indonesia. Nanti, saat matahari terbenam, ia kembali menyamar dan menuju kediaman sahabat yang lain lagi untuk bersembunyi dari buruan NICA.

Selamat dari berondongan Peluru

Dalam penuturannya kepada Cindy Adams di buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia", pernah satu kali rumah persembunyiannya tercium NICA.

Tak ayal, rumah itu pun diberondong tembakan membabi buta. Soekarno yang kebetulan tidur meringkuk dalam tikar di ubin yang lembab, lolos. Si tuan rumah, segera melarikan Bung Karno dari pintu samping, menghilang di kegelapan.

Paginya, ia sudah berada di Pegangsaan Timur, memimpin sidang-sidang kabinet serta rapat-rapat darurat. Mengatur jalannya Republik. Begitulah yang dilakukan Soekarno berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, sebelum akhirnya “hijrah” ke Yogyakarta.

Perjuangan Tulus Ikhlas

Di buku Total Bung Karno karya Roso Daras diceritakan, ada satu peristiwa di antara masa itu, yakni ketika Bung Karno dan Bung Hatta memimpin rapat kabinet, membahas situasi Ibukota yang makin runyam, serta ulah tentara Sekutu yang makin ngawur. Rapat berlangsung serius, intens, hingga larut malam.
Rapat berlangsung tanpa hidangan roti ataupun secangkir kopi. Waktu itu, Presiden belum digaji. Para menteri belum bergaji. Sejauh ini, mereka hidup secara gotong-royong. Para simpatisan kemerdekaan yang hidup berkecukupan, akan menyokong kebutuhan mereka.

Akan tetapi, jika tidak ada yang menghubungkan antara kebutuhan dan bantuan simpatisan, maka sama artinya tak ada bantuan. Itu dipahami benar oleh Tukimin.

Tukimin adalah pembantu Bung Karno yang setia. Ia membantu, mengawal, tak jarang menjadi sopir Presiden. Nah, demi melihat tuannya rapat tanpa kopi dan sepotong roti, ia berinisiatif mencari bantuan.

Tanpa izin formal, Tukimin segera keluar Pegangsaan Timur membawa mobil Bung Karno. Satu tujuannya: hendak mencarikan bantuan kopi dan makanan untuk rapat darurat malam itu.

Setelah mobil keluar halaman Pegangsaan Timur, pasukan berani mati segera menutup jalan masuk, dan  berjaga-jaga dari kemungkinan sergapan musuh. Pasukan berani mati itulah perisai hidup yang menyediakan tubuhnya untuk melindungi Bung Karno dan para pemimpin negeri ini.
Rupanya, begitu “Mobil Soekarno” keluar dari Pegangsaan, para intel NICA langsung mengabarkan kepada markas besar mereka. Sebuah truk NICA dengan sengaja ditubrukkan ke mobil yang dikendarai Tukimin, dengan satu asumsi, di dalamnya terdapat Soekarno.

Mobil itu hancur. Kalau Sukarno ada di dalamnya, tentu hancur pula. Sekelompok pemuda segera datang dan membawanya ke rumah sakit.

Rabu, 15 Februari 2017

PANTANG MENYERAH...!! Inilah Kisah TUKANG BECAK Buta Huruf Yang Menjadi KOMANDAN Batalyon...!!


Patriot NKRI - Kerja keras, kejujuran, keberanian dan tak berhenti belajar adalah kunci untuk sukses. Sosok Mayor Abdullah adalah contoh, dia seorang tukang becak buta huruf yang bisa mencapai pangkat mayor TNI (Foto Cover: Ilustrasi Tukang becak). 

Saat zaman Jepang, Abdullah adalah seorang penarik becak. Saat ada sukarelawan rakyat bentukan Jepang, Abdullah ikut bergabung. Setelah sukarelawan ini dibubarkan dan Indonesia merdeka, Abdullah kembali menjadi penarik becak.
Baca Juga: NGERI...! Inilah Yang Akan Terjadi Jika Tahun 1965 PKI Menang di Indonesia.
Namun darahnya mendidih saat melihat pasukan Inggris hendak menyerang Surabaya. Abdullah membentuk pasukan untuk bertempur dalam peristiwa 10 November 1945.

Pasukan TNI tumpas RMS
"Karena kepemimpinan, kecakapan dan kejujuran yang baik, dia sangat dicintai oleh para anak buahnya," tulis Soe Hok Gie dalam buku Kisah Operasi Penumpasan RMS.

Abdullah pun terus belajar. Pertama dia belajar membaca dan menulis, lalu dia mulai mempelajari bahasa Belanda dan Inggris sampai mahir. Dilahapnya berbagai buku-buku kemiliteran hingga membuatnya mahir. Abdullah terus berkarir di TNI sampai mendapat pangkat Mayor dan menjadi Komandan Batalyon.
Baca Juga: Selama Gitarku Masih Terdengar, Tak Boleh Berhenti MENYERANG...!
Sayangnya pengabdian Mayor Abdullah pada bangsa dan negara tak lama. Pada tanggal 9 September 1950, Mayor Abdullah ikut menumpas pasukan Republik Maluku Selatan (RMS) di Kota Lafa. Dua peleton TNI dihadang satu peleton pasukan RMS eks pasukan baret hijau Korps Speciale Troepen. Pasukan ini mantan pasukan komando Belanda yang terkenal dengan kemampuan antigerilya dan menembak jitu.

Peleton pertama TNI menyerang dengan perahu motor. Mereka mendarat hanya 6 meter dari posisi pasukan musuh. Di tengah hujan peluru, pasukan terus menerjang maju. Pertempuran berlangsung sengit, namun akhirnya pasukan TNI berhasil membungkam sarang senapan mesin musuh. 
Baca Juga: Dor...! Dor...!...Bak DJANGO, Prajurit Sutarmono Robohkan 3 Tentara Belanda di Irian. Heroik...!
Di tempat inilah Mayor Abdullah gugur tertembak. Jenazahnya dimakamkan di Pulau Geser. Usaha TNI untuk memindahkan makam Mayor Abdullah ke kampung halaman tak pernah terlaksana. Sebabnya masyarakat Pulau Geser menganggap Mayor Abdullah adalah pahlawan pembebas mereka dari pasukan RMS yang semena-mena. Karena itu warga ingin mengenang Abdullah di dekat mereka.

Sumber: merdeka.com

Jumat, 10 Februari 2017

NGERI...! Inilah Yang Akan Terjadi Jika Tahun 1965 PKI Menang di Indonesia.


Patriot NKRI - Tragedi penculikan enam jenderal dan satu perwira TNI AD tanggal 1 Oktober 1965 berujung pahit bagi Partai Komunis Indonesia (PKI). Tak butuh waktu lama hingga akhirnya PKI dibubarkan. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali, ratusan ribu anggota dan simpatisan PKI tewas dibunuh (Foto Cover:  Diorama aksi kekejian PKI).
PKI kalah dalam kudeta gagal tersebut. Angkatan Darat dan Ormas antikomunis langsung menyerang balik dan menghancurkan PKI hingga nyaris tak tersisa.

Banyak pertanyaan, seandainya saat itu gerakan G30S berhasil dan PKI yang menang kira-kira apa yang terjadi?
Diorama Penyiksaan Mayjen TNI S. Parman oleh PKI di Museum Pengkhianatan PKI (Komunis) di Lubang Buaya, Jakarta Timur

Apa yang terjadi bila PKI menang?

Sejarawan Anhar Gonggong menilai PKI akan melakukan pembantaian. Menurut Anhar jika melihat sejarah, perebutan kekuasaan yang dilakukan komunis pasti memakan pertumpahan darah yang sangat besar.

"Lihat di Rusia dan Uni Soviet, mungkin satu setengah juta orang terbunuh. Di Kamboja pun Khmer Merah membunuh jutaan penduduk yang tak sama dengan mereka," kata Anhar Gonggong dalam diskusi Jelajah Sejarah di Lubang Buaya, Minggu (18/10/2015).

Walau PKI sempat menegaskan akan berjuang lewat parlemen dan tidak akan melakukan kekerasan, Anhar tak yakin dengan semua itu. Menurutnya pembantaian pasti akan terjadi. Kebetulan yang menang tahun 1965 adalah Soeharto, sehingga PKI yang dikalahkan. 

Pembersihan anggota PKI di Jawa Tengah dan Jawa Timur dilakukan oleh TNI dibantu ormas dan warga antikomunis. Resimen Para Komando Angkatan Darat yang dipimpin Kolonel Sarwo Edhie Wibowo melatih para pemuda yang mau melawan komunis. 
Sumber: merdeka.com

Kamis, 02 Februari 2017

Kisah Golok, Ilmu Rawarontek dan Kesaktian Si PITUNG: Sang JAWARA Melawan Penjajah


Patriot NKRI - Nama Pitung hingga kini masih menjadi legenda di kalangan masyarakat Betawi. Cerita berkembang hingga kini, Pitung adalah sosok jawara suka membela kebenaran dan membantu rakyat kecil pada zaman pemerintahan Hindia Belanda. Dia dilahirkan di Kampung Rawa Belong, Jakarta Barat sekitar tahun 1866. Nama aslinya, Salihoen. 
Baca juga: [Video] Jadi JAWARA Tak Terkalahkan, Prajurit Kopassus Ini Malah Bingung...!
Pitung memang diketahui lahir di Kampung Rawa Belong. Ayahnya bernama Piung, merupakan asli Banten. Sedangkan ibunya, Pinah, merupakan asli Cirebon. Mereka bertemu dan menikah di Rawa Belong. Dari cerita soal kelahiran Pitung, hanya dialah seorang paling menonjol di kalangan keluarganya. Cerita soal keberadaan saudara kandungnya sangat minim. Wajar jika kemudian banyak yang mengatakan, Pitung merupakan anak tunggal.

Kelahiran Pitung menurut Nunung memang memiliki cerita tersendiri yang kemudian berkembang hingga kini. Kisahnya menjadi jawara bermula ketika dia berguru pada Haji Naipin di Tanah Abang. Pitung saat itu disekolahkan oleh kedua orang tuanya di Pesantren milik Haji Naipin. Di sana, Pitung belajar agama dan beladiri. Bela dirinya pun masih terkenal hingga kini yaitu 'Seni Bela Diri Maen Pukul'.

Pitung memang dibesarkan dan diajarkan oleh kedua orangtuanya dengan ajaran syariat Islam. Selama belajar dengan Haji Naipin, Pitung juga menjadi murid kesayangan karena pintar. 
Baca Juga: Komando..! Komando..! Semua tiarap..! Tiarap!...Detik-Detik Paling MENEGANGKAN Bagi Kopassus. Dunia Terperangah..!
Singkat cerita, setelah dia selesai berguru di Pesantren Haji Naipin, Pitung kembali ke Rawa Belong. Dia kemudian hidup dan membantu kedua orang tuanya. Saban hari, Pitung mengembalakan kambing. Hingga akhirnya suatu ketika, Pitung disuruh ayahnya menjual kambing ke Pasar Tanah Abang. Sebelum berangkat, ayahnya berpesan agar hati-hati, sebab daerah Tanah Abang rawan bandit sama perampokan. 

Kemudian pergilah Pitung ke Pasar Kambing Tanah Abang. Dia pergi sambil membawa dua ekor kambing gemuk untuk di jual. Tak perlu waktu lama bagi Pitung menjual kambing itu. Pembeli pun langsung tertarik karena kambing peliharaannya sehat. Uang hasil jual kambing buru-buru ia simpan dalam bajunya. Kemudian dia bergegas pulang ke Rawa Belong.

Karena waktu panggilan salat tiba, Pitung mampir di sebuah musala. Dia kemudian salat. Namun Pitung tak sadar jika dia dikuntit kawanan pencuri. Uang ditaruh dalam celananya raib. Ternyata, ada dua orang pencuri mengikuti dia dan mengambil uang dari bajunya pitung yang digantung itu.
Baca Juga: Kisah JAGAL Belanda Pembantai TNI dan 40 Ribu Rakyat Indonesia. KEJAM dan BIADAB...!
Sampai di rumah, Pitung habis di maki-maki ayahnya. Uang hasil jualan kambingnya raib. Pitung lalu disuruh kembali ke Pasar Tanah Abang. Dia tidak diizinkan pulang sebelum membawa uang hasil jualan kambing. Karena sudah terlanjur kesal, Pitung kemudian bergegas ke Pasar Tanah Abang. Di sana, dia menemui preman-preman pasar mengambil uangnya. Pitung berkelahi. Dia memenangkan perkelahian dan ditawarkan bergabung dengan kelompok bandit itu. Namun sebagai anak betawi dibesarkan dengan ilmu agama, Pitung menolak. Dia justru menasihati para begundal pasar itu agar lebih banyak menolong orang.

Menjadi "Robin Hood"

Singkat cerita, ketika dia kembali ke kampungnya untuk mengantarkan duit hasil jualan kambing, Pitung justru melihat warga kampung diperas oleh Kompeni Belanda. Dari sanalah kemudian muncul idenya untuk bergabung dengan para perampok di Pasar Tanah Abang. Sejak saat itu Pitung membuat kelompok untuk merampok tuan tanah kaya. Dia kemudian membagikan hasil rampokannya kepada penduduk yang sengsara. Sejak saat itu juga nama Pitung tersohor. 

Dalam catatan surat kabar Hindia Olanda kisah Pitung terekam pada tahun 1892-1893. Pitung dalam koran itu diceritakan sebagai sosok seorang komplotan perampok dan menjadi buronan kelas kakap Polisi Kolonial. Menurut versi lain, seluruh harta hasil rampokan Si Pitung diserahkan untuk kepentingan perjuangan. Dan, bukan untuk dibagi-bagikan langsung kepada rakyat kecil sebagaimana selama ini didongengkan. Maka itulah pulalah, di luar konteks kesaktiannya,  Pitung amat sulit ditangkap oleh Belanda, karena banyak tokoh yang melindungi.

Sejak saat itu juga Pitung kemudian menjadi buronan dengan Messter Cornelis. Dia kemudian memerintahkan Komisaris Polisi Batavia, Scouth Van Heyne untuk menangkap pitung. Bahkan karena sudah bikin tuan tanah takut, sampai ada sayembara penangkapan si Pitung.
Baca Juga: Sekali Poles...! Gembong PKI KEBAL PELURU Ini TUMBANG di Tangan Sang Letnan.
Dalam pelarian, Pitung berlindung dari kampung ke kampung lainnya di daerah Batavia. Beberapa kali pitung nyaris tertangkap. Dengan segala cara, Si Pitung dapat ditangkap dan dijeboskan ke dalam penjara Meester Cornelis pada 1891. Namun, karena kesaktiannya, Pitung pun berhasil meloloskan diri. 

Kesaktian Pitung

Pitung menurut Bachtiar juga merupakan representasi pemuda Betawi saat itu. Dia kerap memakai baju dan celana warna merah serta ikat pinggang khas Betawi. Di ikat pinggang itu juga terselip sebilah golok yang sering dibawa untuk menghadapi musuh-musuhnya. Bahkan ada cerita jika golok itu merupakan senjata sakti milik Pitung. 

Selain golok, Pitung juga memiliki benda sakti lain. Bachtiar menyebut jika sarung sering dibawanya merupakan sarung sakti. Sarung itu juga biasa digunakan si Pitung untuk melakukan ibadah salat. Ada cerita soal kesaktian sarung si Pitung. Jika digunakan untuk melawan penjahat, sarung itu bisa melumpuhkan lawan.

Menurut cerita rakyat yang masih hidup di masyarakat Betawi, salah satu ilmu kesaktian yang dipelajari  Pitung disebut Rawe Rontek. Gabungan antara tarekat Islam dan jampe-jampe Betawi. Dengan menguasai ilmu ini Pitung dapat menyerap energi lawan-lawannya. Seolah-olah lawan-lawannya itu tidak melihat keberadaan Pitung.

Karena itu dia digambarkan seolah-olah dapat menghilang. Menurut cerita rakyat, dengan ilmu kesaktian rawa ronteknya itu, Pitung tidak boleh menikah. Karena sampai hayatnya ketika ia tewas dalam menjelang usia 40 tahun Pitung masih tetap bujangan.

Ada versi tentang kuburannya, katanya badannya dibelah, dikubur di beberapa tempat seperti Jembatan Lima dan Pulau Onrust. Tujuannya, supaya badannya tidak menyatu lagi karena Pitung punya ilmu Rawe Rontek, mati bisa hidup lagi.
Baca Juga: Kisah NEKAT & HEROIK Sang Patriot: Menjemput GUGUR dengan GAGAH Diantara SERPIHAN Kapal Perang

Eksekusi Mati

Pitung akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda setelah mengetahui gurunya, Haji Naipin dan kedua orangtuanya dijadikan sandera oleh Schout Van Heyne. Setelah menyerahkan diri, Pitung dieksekusi mati oleh Belanda dengan hukuman tembak.

Menurut koran Hindia Olanda (18-10-1893:2), sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong, beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang diceritakan dalam legenda, kesaktian Pitung hilang akibat jimat-nya diambil. Versi lain menyatakan, Pitung dapat dikalahkan jika dipotong rambutnya. Berdasarkan koran Hindia Olanda, sebelum kematiannya Pitung telah dipotong rambutnya.

Berdasarkan cerita rakyat versi lainnya, Pitung mati setelah ditembak dengan peluru emas Schout van Hinne dalam suatu penggerebekan karena ada yang mengkhianati dengan memberi tahu tempat persembunyiannya.

Ia ditembak dengan peluru emas  Schout van Hinne (setara Kapolres) karena dikabarkan kebal dengan peluru biasa. Begitu takutnya penjajah terhadap si Pitung, sampai tempat ia dimakamkan dirahasiakan.

Namun cerita soal kesaktian Pitung justru diluruskan oleh Haji Nunung, Sesepuh Kampung Rawa Belong ini menuturkan jika Pitung tidak memiliki kesaktian seperti dalam film. Menurut dia, kesaktian si Pitung merupakan buah dari ajaran agama yang dijalankan. Bahkan Nunung juga mengatakan jika Pitung tidak kebal ditembak dan di bacok oleh musuhnya.

Baca Juga:


Sumber: merdeka.com | metro.news.viva.co.id