Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hukum. Tampilkan semua postingan

Kamis, 11 Mei 2017

Ada yang bingung apa itu pertamax, pertalite, dan premium? Ternyata ini perbedaanya!

Sebagaimana dilansir dari detik.com, Menggonta-ganti bahan bakar sebenarnya tidak terlalu masalah. Apalagi jika ingin beralih menggunakan BBM beroktan lebih tinggi.Kalau dikasih oktan yang lebih tinggi sih nggak masalah, karena semakin tinggi kompresi engine sebenarnya dia membutuhkan tingkat oktan pada bahan bakar yang lebih tinggi, jadi kalau dia dinaikin grade oktan ya bagus, pembakaran jauh lebih sempurna.Peningkatan oktan tersebut juga berdampak ke performa mesin.Sebenarnya buat orang-orang yang biasa ngetes atau biasa coba sih bisa bedain rasanya, tapi orang kebanyakan sih sulit untuk membedakan. Sebenarnya ada tapi nggak terlalu signifikan, terasa lah lebih enteng, yang biasa bawa mobil sih tahu.

Jika keadaan terpaksa harus mencampur BBM, Anjar mengatakan hal itu membuat ruang pembakaran menjadi kotor.Kalau technical point of view ya sebenarnya mungkin kalau dicampur-campur ruang bakar akan lebih kotor, apalagi kalau dia pakai oktan rendah, tapi kalau dia pakai oktan bagus dan maintain sebenarnya sih nggak terlalu masalah, cuma kan kalau dicampur nggak bisa fix segitu oktannya, nggak bisa mastiin juga," kata Anjar eksekutif astra motor. (detik.com)

Seperti dikutip dari berbagai sumber, ketiga jenis BBM ini punya kelebihan dari kadar yang dikandung masing-masing.Ketiga varian tersebut memiliki perbedaan oktan yang tipis Premium memiliki kadar oktan 88, Pertalite  kadar oktan 90, Pertamax dengan kadar oktan 92.

Perbedaan Pertamax, Pertalite dan Premium

1. BBM jenis Premium memiliki warna kuning cerah, hal tersebut di karenakan berasal dari zat pewarna tambahan (dye).Sedangkan Pertalite mempunyai warna hijau terang sebagai dampak pencampuran antara bahan bakar Premium dengan Pertamax.Pertamax dan juga Pertamax Plus sendiri mempunyai warna biru kehijauan, Pertamax sendiri tidak menggunakan pewarna, sehingga pembakarannya lebih sempurna di bandingkan bahan bakar Premium dan Pertalite.

2. Menggunakan Pertamax atau Pertalite lebih bersifat rekomendasi, karena non timbal yang dapat memberikan kualitas kebersihan ruang bahan bakar ketimbang Premium.Kadar Pertamax atau Pertalite pun lebih baik, sehingga sesuai dengan kompresi mesin yang akan membuat tarikan lebih enteng

3. Untuk kendaraan dengan kompresidi bawah 9,0 : 1 masih bersifat rekomendasi untuk menggunakan Premium.Tetapi jika perbandingan kompresi 9,0 keatas dan masih menggunakan Premium maka secara otomatis akan mengalami penurunan kualitas performa. Sehingga direkomendasikan menggunakan Pertamax atau Pertalite.

Karakteristik Premium, Pertalite dan Pertamax

Premium

Premium atau biasa disebut bensin mengandung RON 88, yang merupakan kadar paling rendah di antara BBM kendaraan bermotor yang dipasarkan SPBU Pertamina di Indonesia.Dari Segi teknologi
Penggunaan Premium dalam mesin berkompresi tinggi akan menyebabkan knocking. Premium di dalam mesin kendaraan akan terbakar dan meledak tidak sesuai gerakan piston.Knocking menyebabkan tenaga mesin berkurang, sehingga terjadi pemborosan atau inefisiensi. Kandungan RON dalam Premium adalah RON 88.Dari Segi Ekonomi, Knocking berkepanjangan mengakibatkan kerusakan pada piston sehingga komponen tersebut lebih cepat diganti.

Pertalite

Pertalite merupakan BBM terbaru yang diluncurkan Pertamina di akhir Juli 2015 untuk memenuhi Surat Keputusan Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 313 Tahun 2013 tentang Spesifikasi BBM RON 90.Dari sisi teknologi, sebenarnya kendaraan roda empat di Indonesia rata-rata bisa mengonsumsi BBM RON 90-92.Dari Segi teknologiPembakaran Lebih sempurna ketimbang Premium, karena memiliki RON 90.Dari Segi EkonomiHarga lebih murah dari Pertamax tapi lebih mahal dari Premium. Namum Lebih bagus bagi mesin dibandingkan Premium.BBM jenis Pertalite tidak disubsidi oleh pemerintah sehingga harganya mengikuti harga internasional.

Pertamax

Pertamax merupakan BBM yang dibuat menggunakan tambahan zat aditif.Sekadar diketahui, Pertamax pertama kali diluncurkan tahun 1999 sebagai pengganti Premix 98 karena unsurnya MTBE yang berbahaya bagi lingkungan.Pertamax sangat disarankan pada kendaraan bermotor yang diproduksi setelah 1990, terutama kendaraan yang menggunakan teknologi catalytic converters (pengubah katalitik) dan electronic fuel injection (EFI).Dari Segi teknologi Pertamax dapat menerima tekanan pada mesin berkompresi tinggi sehingga dapat bekerja dengan optimal pada gerakan piston.Hasilnya, tenaga mesin yang menggunakan Pertamax lebih maksimal. Pembakaran pada Pertamax lebih sempurna ketimbang Premium dan Pertalite karena memiliki kadar RON 92.Dari Segi EkonomiBBM jenis Pertamax tidak disubsidi oleh pemerintah sehingga harganya mengikuti harga internasional.

Mesin Motor Bore Up Wajib Pertamax

Bagi anda yang punya mesin bore up maka harus pakai pertamax karena premium tidak bisa mengimbangi pembakaran dengan kompresi tinggi mesin bore up, biasanya timbul knocking atau mesin gelitik, orang menyangka itu masalah kamrat padahal itu bunyi klep yang tidak stabil, akibat terburuknya adalah mesin anda jebol semacam klep bengkok atau piston bolong. Pernah saya turun mesin tiga kali gara-gara mesin bore dikasih premium, tapi niatnya irit malah jadi kebablasan borosnya buat biaya service jutaan. Setelah pakai pertamax tiap hari ternyata mesin awet, sudah 2 tahun tak ada tanda-tanda mesin rewel. Ternyata pertamax selain menambah tenaga mesin juga wajib bagi mesin kompresi tinggi. Anggapan salah orang indonesia kalau tiap hari makan pertamax mesinnya bisa rusak, justru sebaliknya, mesin anda lebih bersih dan anda tidak perlu service mesin berkala karena zat aditif dalam pertamax juga berfungsi sebagai pembersih kerak pembakaran.

(bz11)

Senin, 24 April 2017

KPK Periksa Fayakhun Timses Ahok Terkait Kasus Korupsi Bakamla

Ngelmu.id - KPK memeriksa anggota Komisi I DPR yang juga mantan timses Basuki Tjahaja Purnama di Pilgub DKI dari fraksi Golkar Fayakhun Andriadi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Fayakhun diketahui sudah tiba di gedung KPK namun tidak berkomentar apapun mengenai pemeriksaannya tersebut."Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka NH (Nofel Hasan)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (25/4/2017).

Nofel Hasan adalah Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla yang juga berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla pada 2016. Dalam dakwaan Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, Nofel disebut menerima 104.500 dolar Singapura yang diberikan Fahmi melalui anak buah Fahmi, Adami dan Hardy.

Sebelumnya KPK sudah menetapkan empat orang dalam perkara ini yaitu tersangka penerima suap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) TA 2016 karena diduga menerima suap sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro, dan tiga tersangka pemberi suap yaitu Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta.

Selain Eko dan Novel, suap juga diduga mengalir ke Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp120 juta.

Sedangkan Kabakamla Arie Sudewo dalam dakwaan disebut meminta jatah 7,5 persen dari total anggaran pengadaan proyek "monitoring satellite" (satmon) di Bakamla.

Permintaan itu disampaikan pada sekitar Oktober 2016 di ruangan Arie yang menyampaikan kepada Eko Susilo Hadi agar meminta jatah 15 persen nilai pengadaan untuk Kabakamla, sedangkan 7,5 persen untuk Bakamla dan akan diberikan dulu sebesar 2 persen.

Adami Okta dan Hardy Stefanus juga memberikan 6 persen dari anggaran awal yaitu Rp400 miliar sebesar Rp24 miliar ke Ali Fahmi pada 1 Juli 2016 di hotel Ritz Carlton Kuningan.

Ali Fahmi adalah orang yang menawarkan kepada Fahmi untuk "main proyek" dengan harus mengikuti arahan Ali Fahmi supaya dapat menang dengan memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Fahmi Darmawansyah pun pernah menyebutkan berdasarkan keterangan Ali Fahmi kepadanya bahwa uang Rp24 miliar dari Fahmi Darmawansyah diberikan ke pihak-pihak lain seperti Balitbang PDI Perjuangan Eva Sundari, anggota Komisi XI DPR RI dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas dan Kementerian Keuangan.